Sejak saat itu, wacana ekonomi Islam semakin berkibar, terutama di
kampus-kampus yang memiliki fakultas ekonomi. Seminar-seminar ekonomi Islam
baik tingkat lokal maupun nasional mulai banyak digelar.
Namun di tengah bergulirnya wacana ekonomi Islam dan semangat sebagian kaum
muslimin untuk kembali kepada Islam, diikuti dengan timbulnya kesalahan
persepsi dalam melihat ekonomi Islam itu sendiri. Mereka berpandangan bahwa
ekonomi Islam merupakan hanya suatu perekonomian non riba plus zakat yang
ditandai dengan bank syari’ah dan BMT (Baitul Mal Tanwir) ataupun BPR
syari’ah. Di samping itu aspek moral dan kejujuran dalam kegiatan bisnis/
perdagangan menjadi ciri khasnya.
Berbicara tentang ekonomi Islam, maka kita akan membincangkan suatu sistem yang
mengatur permasalahan ekonomi, baik dalam aspek mikro maupun makro, yang
berdasarkan kepada syari’at Islam. Suatu hal yang pasti, sumber pemikiran
ekonomi Islam adalah aqidah dan ideologi Islam. Sehingga ekonomi Islam bersifat
khas, unik dan berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis ataupun sistem ekonomi
sosialis/komunis.
Dari sini dapat dinyatakan, bahwa ekonomi Islam bukan merupakan sistem ekonomi
campuran (yang biasa disebut dalam berbagai literatur dengan “sistem ekonomi
jam bandul”). Sering dikatakan kalangan akademisi, sistem ekonomi Islam lebih
condong ke arah sosialis karena mengangkat persamaan dan keadilan sehingga
sistem ekonomi Islam dilukiskan dengan jam bandul yang bergerak/condong ke
kiri.
Pendapat mereka tersebut di dasarkan kepada hanya ada dua macam sistem
perekonomian di dunia yaitu sitem ekonomi kapitalis (arah kanan dalam jam
bandul) dan sistem ekonomi sosialis/komunis (arah kiri dalam jam bandul), dan
saat ini sistem perekonomian dunia tidak murni masing-masing sistem ekonomi
tersebut, tetapi sudah bercampur/berkolaborasi di antara bagian-bagian sistem
ekonomi yang ada membentuk sistem ekonomi campuran. Sistem ekonomi campuran ini
berada di antara dua kutub (kapitalis dan sosialis/komunis) tergantung ke arah
mana condongnya. Jadi para pengikut pendapat ini, tidak mengakui keberadaan
sistem ekonomi lain selain ke dua sistem ekonomi tersebut dan kalaupun diakui
maka akan digolongkan sebagai sistem ekonomi campuran.
Pendapat ini lemah argumentasinya, pengikutnya cenderung hanya mengekor
ekonom-ekonom Barat yang sengaja membatasi hanya dua sistem ekonomi, sehingga
sistem ekonomi kapitalis sebagai sistem ekonomi yang menguasai dunia tetap
memegang hegemoninya. Para pengikut pendapat ini tidak mempunyai kemandirian
dalam memegang suatu prinisip ideologis, karena mereka memandang permasalahan
ekonomi dari sudut kapitalis sedangkan mereka sendiri tidak secara keseluruhan
menganut kapitalis dan tidak memahami realitas metode berpikir ideologi
kapitalis.
Kekhasan Ekonomi Islam Yang Membedakannya Dengan Sistem Ekonomi Lainnya
1. Ekonomi Islam memisahkan pembahasan ilmu ekonomi dengan sistem
ekonomi.
Hal-hal tentang pengadaan dan produksi barang/jasa merupakan bagian dari ilmu
ekonomi. Dengan demikian ilmu ekonomi hanya sebagai teknologi dan sains murni
yang mempelajari bagaimana manusia dapat meningkatkan, mengembangkan produksi
baik dari segi kuantitas dan kualitas serta berlangsung dengan efisien dan
efektif. Sehingga ilmu ekonomi termasuk ilmu alam yang tidak dipengaruhi oleh
ideologi atau nilai-nilai pandangan hidup tertentu dan bisa dimiliki oleh
bangsa atau umat manapun tergantung kemampuan manusia dalam mengolah dan
mengembangkan ilmu alam.
“(Dan) Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi semuanya.”(Qs. al-Jaatsiyah [45]: 13).
Dalam suatu riwayat Nabi Saw pernah memberi nasihat kepada orang yang melakukan
penyerbukan kurma. Setelah orang tersebut mengikuti nasihat Nabi Saw ternyata
ia mengalami kegagalan panen. Kemudia orang tersebut menyampaikannya kepada
Nabi Saw, beliau bersabda:
“Kalian yang lebih tahu tentang (urusan) dunia kalian.” [HR. Muslim
dari Anas ra.].
Maksudnya adalah urusan tentang masalah bagaimana teknik memproduksi dan
meningkatkan kualitas barang dan jasa, Nabi menyerahkan sepenuhnya kepada
manusia. Di sinilah Islam memberikan kebebasan kepada manusia dalam
mengembangkan ilmu ekonomi sebagai sains murni.
Dalam pembahasan sistem ekonomi yang sangat dipengaruhi oleh pandangan hidup,
maka Islam mengaturnya. Sistem ekonomi Islam mengatur tentang: tata cara
perolehan harta (konsep kepemilikan); tata cara pengelolaan harta mulai dari
pemanfaatan (konsumsi), pengembangan kepemilikan harta (inivestasi); serta tata
cara pendistribusian harta di tengah-tengah masyarakat.
Semua tata cara tersebut diatur menurut syari’at Islam. Dalam bahasa yang
sederhana, bagaimana kita memperoleh dan mengelola harta, tidak boleh ada unsur
riba, judi, penipuan, dan lain-lainya. Transaksi-taransaksi yang terjadi harus
sah menurut Islam dan jenis usaha yang dilakukanpun harus jenis usaha yang
halal.
Pendistribusian harta di masyarakat merupakan perkara yang sangat penting. Hal
ini disebabkan Islam memandang permasalahan ekonomi muncul jika individu-individu
tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok hidupnya yang meliputi pakaian,
makanan, perumahan, pendidikan dan kesehatan serta jaminan keamanan. Maka jalan
pemecahannya adalah dengan mengatur pendistribusian harta di tengah-tengah
masyarakat agar berjalan dengan adil dan benar dan negara wajib menjamin
terpenuhinya kebutuhan pokok setiap warga negaranya.
Jadi masalah pokok ekonomi adalah jika ada manusia apalagi banyak manusia yang
tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.
Masalah pokok ekonomi tidak terletak pada faktor kelangkaan. Misalkan saja di
Inidonesia, sebagian besar anggota masyarakat masih banyak yang miskin. Apakah
permasalahan tersebut timbul karena faktor kelangkaan barang dan jasa di
Indonesia? Tidak! Karena kita bisa melihat banyak anggota masyarakat yang
miskin tetapi kita juga bisa melihat banyak orang yang mempunyai kekayaan yang
sangat berlebihan dan kita juga bisa melihat banyak sumber daya-sumber daya (resources)
yang tersedia dengan melimpah, namun banyak anggota masyarakat yang tidak mampu
memanfaatkannya karena kemiskinannya.
Jelas, sumber permasalahan ekonomi tersebut bukan faktor kelangkaan. Penyebab
yang sebenarnya karena pemerintah tidak menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok
setiap warga negaranya dan negara tidak mengatur pendistribusian akan barang
serta pendapatan dengan benar dan adil, malah mencari jalan keluar dengan cara
kapitalis yakni dengan mengejar pertumbuhan ekonomi dan memberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada segilintir orang pemilik kapital untuk menguasai
aset-aset milik rakyat (barang-barang publik) dan melakukan monopoli, serta
menggencet jalan mayoritas masyarakat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Pemisahan pembahasan antara ilmu ekonomi dengan sistem ekonomi inilah yang
menjadi salah satu pembeda sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi kapitalis
dan sosialis.
Ekonomi kapitalis misalnya, mencampuradukkan antara permasalahan yang
seharusnya dibahas dalam ilmu ekonomi dengan permasalahan yang diatur sistem
ekonomi. Begitu pula dalam memandang permasalahan ekonomi, sistem ekonomi
kapitalis memasukkannya dalam pembahasan ilmu ekonomi sekaligus menjadi
definisiniya, yaitu ilmu yang mempelajari bagaimana usaha manusia untuk
memenuhi kebutuhannya yang tak terbatas sedangkan sumber-sumber yang
tersedia terbatas adanya (scarcity). Sistem ekonomi ini menyamakan
antara kebutuhan dengan keinginan, padahal diantara keduanya terdapat perbedaan
yang jelas. Kebutuhan sifatnya terbatas dan pasti, bila sudah terpenuhi maka
seseorang tidak memerlukan lagi barang atau jasa yang dibutuhkannya sampai
jangka waktu tertentu hingga ia membutuhkannya kembali. Sebaliknya keinginan
bagi seseorang memungkinkan tidak ada batasnya. Bila mendapatkan sesuatu ia
ingin mendapatkan yang lebih baik dan lebih tiniggi lagi. Jadi inilah yang
dimaksud dengan keinginan.
Melihat realitas tersebut, kita selama ini tidak sadar mempelajari dan
mengaplikasikan sistem ekonomi kapitalis yang dikira sebagai ilmu ekonomi tanpa
pemahaman bahwa ilmu ekonomi yang dipelajari di sekolah dan perguruan tinggi
merupakan bagian sistem ekonomi kapitalis.
Kekeliruan dalam memandang permasalahan ekonomi menyebabkan kekeliruan pula
dalam memecahkan permasalahan ekonomi. Sistem ekonomi kapitalis menganggap
permasalahan ekonomi muncul karena kelangkaan sumber-sumber sedangkan kebutuhan
manusia tidak terbatas. Maka sistem ekonomi ini memberikan jalan keluar dengan
cara bagaimana manusia dapat meningkatkan produksi sebanyak-banyaknya untuk
memenuhi kebutuhan yang menurutnya tidak terbatas. Dalam tingkat makro jalan
ini diaplikasikan dengan mengejar pertumbuhan ekonomi setinggi-tingginya. Tentu
saja masalah apakah kebutuhan setiap individu terutama kebutuhan pokoknya sudah
terpenuhi atau belum, tidak diperhatikan sistem ekonomi kapitalis. Tetapi yang diperhatikan
adalah pemilik modal supaya mereka dapat meningkatkan dan memperluas skala
produksinya.
2. Sistem ekonomi Islam hanya bisa diterapkan jika daulah Khilafah
Islamiyah sudah ditegakkan.
Penerapan sistem ekonomi Islam merupakan bagian integral dari penerapan
syari’at Islam sehingga sistem ekonomi Islam merupakan bagian yang tak
terlepaskan dengan syari’at-syari’at Islam lainnya. Penerapan syari’at Islam
dalam perekonomian merupakan suatu kewajiban seperti halnya kewajiban setiap
muslim untuk melaksanakan shalat, puasa, zakat dan haji. Sehingga tidak patut
bagi kita dalam kegiatan ekonomi mengabaikan syari’at Islam dengan mengambil,
melaksanakan dan mengagungkan sistem ekonomi lainnya yang berlandaskan hukum
kufur.
“(Dan) tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu
ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.”
(Qs. al-Ahzab [33]: 36).
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang
lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Qs.
al-Maa’idah [5]: 50).
Konsekwensi logis dari upaya penerapan sistem ekonomi Islam maka negara atau
daulah harus menerapkan syari’at Islam secara menyeluruh termasuk sistem
negaranya yaitu Daulah Khilafah Islamiyah. Jadi upaya penerapan sistem
ekonomi Islam secara bersamaan harus dilakukan pula usaha membentuk dan
mendirikan Daulah Khilafah Islamiyah.
Karena itu, penegakkan Daulah Khilafah Islamiyah merupakan syarat mutlak
bagi adanya sistem ekonomi Islam. Sebab tidak mungkin sistem ekonomi Islam
dapat diterapkan oleh negara yang tidak melaksanakan sistem Islam. Misalnya
Negara kapitalis Amerika Serikat tidak mungkin menerapkan sistem ekonomi Islam
dalam perekonomiannya selain hanya sistem ekonomi kapitalis.
Tidak mungkin pula sistem ekonomi Islam diterapkan dalam negara sistem
republik. Karena sistem republik berdiri di atas pilar demokrasi yang hanya
memberikan hak kepada rakyat melalui wakil-wakilnya di parlemen untuk membuat
dan menentukan hukum.
Sistem ekonomi Islam juga tidak bisa diterapkan di atas negara yang menganut
sistem kerajaan. Karena sistem ini menjadikan raja berada di atas
perundang-undangan dan menentukan hukum itu sendiri.
Sedangkan dalam Islam manusia tidak berhak membuat dan menentukan hukum karena
itu hanyalah hak Allah saja. Sehingga tidak bisa dikatakan ketika bank-bank
syari’ah berdiri di suatu negara sedangkan sistem hukum, sistem negaranya dan
ideologinya bukan Islam, negara tersebut menerapkan sistem ekonomi Islam. Tapi
memang benar bahwa bank syari’ah dalam “hal tertentu” merupakan suatu kegiatan
ekonomi yang berlandaskan syari’at Islam.
Bagi kaum muslimin jangan berpuas hati atau hanya berjuang sampai pada banyak
berdirinya bank syari’ah dan lembaga-lembaga keuangan Islam lainnya. Tetapi
terus berjuang sampai diterapkannya Islam secara menyeluruh sebagai ideologi
negara, sistem negara, dan sistem hukum.
Alasan lainnya bahwa sistem ekonomi Islam membutuhkan negara, karena negara
mempunyai kekuatan untuk menerapkan sistem ekonomi. Negara lah yang menjadi
pelaksana sistem ekonomi. Dengan adanya daulah Khilafah Islamiyah, maka
pengaturan perekonomian secara makro dan mikro dapat dilakukan dengan sempurna
sehingga sistem ekonomi Islam membawa efek yang sempurna pula bagi
kesejahteraan negara dan masyarakat.
3. Kegiatan ekonomi Islam didasarkan pada halal dan haram, bernilai
ibadah serta membawa maslahat.
Setiap muslim yang meyakini kebenaran akidah Islam, menjadi kewajiban bagi semuanya
untuk selalu terikat dengan hukum syara’ (syari’at islam) ketika melakukan
perbuatan dengan hanya berdasarkan standar halal dan haram yang sudah
digariskan oleh Allah SWT. Maksudnya kita semua wajib melaksanakan segala
perintah Allah SWT (perbuatan halal) dan menjauhi segala larangan-Nya
(perbuatan haram).
Maka dalam melakukan kegiatan ekonomi pun kita wajib terikat dengan hukum
syara’, yaitu harus memilih dan melakukan kegiatan ekonomi yang halal dan
meninggalkan serta menghancurkan kegiatan ekonomi yang diharamkan oleh Allah
SWT. Hal ini sebagai implimentasi dari aqidah Islam setiap muslim, sebagai
wujud ketaatan dan bagian dari ibadah kepada Allah. Di sisi Allah SWT,
tindakan/perbuatan tersebut mempunyai nilai yang menjadi bekal akhirat nanti.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan
sembahyang dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak
ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Qs.
al-Baqarah [2]: 277).
Melakukan kegiatan ekonomi yang dihalalkan oleh Allah SWT, mendapatkan nilai
pahala di sisi Allah dan dijanjikan surga-Nya kepada kaum muslimin. Sebaliknya
melakukan kegiatan ekonomi yang diharamkan oleh Allah, hanya akan mendapatkan
dosa dengan ancaman siksa neraka.
Adapun kegiatan ekonomi yang dihalalkan seperti pertanian, perdagangan,
industri, dan seluruh kegiatan ekonomi sektor riil yang termasuk jenis usaha
yang halal.
“Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi.” (Qs.
al-Baqarah [2]: 168).
Sedangkan kegiatan ekonomi yang diharamkan antara lain; semua kegiatan produksi
dan perdagangan yang menyangkut barang atau jasa yang diharamkan (seperti babi,
minuman keras, pelacuran, perjudian, dan lain-lain). Contoh lainnya
diharamkannya riba, sehingga bunga bank tidak boleh kita ambil.
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkanlah
sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” (Qs.
al-Baqarah [2]: 278).
Karena Allah SWT Maha mengetahui, maka syari’at Islam pasti mengandung maslahat
(manfaat). Jadi penerapan sistem ekonomi Islam sudah pasti akan membawa
kebaikan dan kesejahteraan bagi kehidupan.
Kalau kita teliti berbagai krisis ekonomi yang melanda dunia sejak awal abad ke
20 sampai sekarang, semuanya bersumber pada ketidakadilan (menyangkut masalah
distribusi) dan diterapkannya sistem ekonomi ribawi (sistem bunga) dalam
perekonomian yang berakibat pada biaya ekonomi tinggi dan tumbuhnya kegiatan
spekulasi di pasar uang dan pasar modal.
Sistem ribawi ini mengakibatkan transaksi dan kegiatan ekonomi sektor moneter
(sektor maya) menggelembung berpuluh kali lipat dibandingkan dengan transaksi
dalam kegiatan ekonomi sektor riil. Padahal yang menopang perekonomian suatu
negara adalah sektor riil.
Jadi memang terbukti diharamkannya sistem ekonomi ribawi, karena riba membawa
mudharat (keburukan) yang sangat besar bagi negara dan masyarakat.
Di sinilah bedanya sistem ekonomi kapitalis dengan sistem ekonomi Islam. Dalam
sistem ekonomi kapitalis, kegiatan ekonomi dilakukan semata-mata karena faktor
manfaat dan materi saja, sehingga tidak memperhatikan kepentingan orang banyak
selain kepentingan pribadi, kelompok yang merasa diuntungkan. Juga tidak ada
jaminan kesempurnaan sistem ekonomi ini bahkan membawa bencana yang
menyengsarakan rakyat. Masalah lainnya, amaliyah yang berdasarkan sistem
ekonomi kapitalis adalah sia-sia, tidak punya nilai di sisi Allah.
Kesimpulan
Sistem ekonomi Islam bukanlah sistem ekonomi non riba plus zakat tetapi lebih
luas dari itu, bukan pula sistem ekonomi campuran, dan bukan pula sistem
ekonomi tanpa negara.
Tetapi sistem ekonomi Islam merupakan sistem ekonomi yang diatur menurut
syari’at Islam secara menyeluruh baik dalam aspek mikro maupun makro yang
mengatur tentang konsep kepemilikan, tata cara pengelolaan dan pengembangan
harta dan tata cara pendistribusiannya di tengah-tengah masyarakat. Dianut oleh
negara dengan ideologi, sistem hukum dan sistem negara berdasarkan Islam yaitu Daulah
Khilafah Islamiyah. [HU. Kalimantan Post 4-5 November 2001].
Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kelompok ini perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu
BalasHapus