1 Agustus 2011

Jihad Ekonomi Melawan Kemiskinan


Edisi 06-06-2004
Jihad Ekonomi Melawan Kemiskinan

Kata “jihad” sungguh sering disalahtafsirkan dan dipahami secara rancu. Jika kata jihad diucapkan, maka yang terbayang adalah pembunuhan, darah, perang, permusuhan dan segudang konotasi negatif lainnya. Sebelum terlalu jauh tersesat dalam pemahaman yang keliru, marilah kita mencoba melihat terminologi jihad dalam pengertian yang utuh, serta menggandengkannya dengan ekonomi.Secara epistemologi jihad berasal dari akar kata jahada, yujahidu, jihad, yang artinya bekerja keras, berikhtiar dan mengusahakan sesuatu sekuat tenaga dan maksimal. Seorang prajurit disebut mujahid karena ia berjuang sekuat tenaga mengorbankan waktu, pikiran, keluarga bahkan jiwa demi melaksanakan tugas maha berat di medan pertempuran.
Di sisi lain jihad juga merupakan
akar kata “ijtihad dan mujtahid”. Bahkan antara “mujahid” dan “mujtahid” hanya berbeda satu huruf “t” saja. Seseorang disebut “mujtahid” karena ia bekerja keras seoptimal mungkin untuk memahami nash-nash Alquran dan Sunnah sambil mengaplikasikannya terhadap segenap fenomena sosial, ekonomi, keluarga, budaya dan politik yang senantiasa muncul dari waktu ke waktu.
Maka jika kata “jihad” kita sandingkan dengan “ekonomi” sehingga menjadi “jihad ekonomi”, kita akan dapat satu makna yang indah sekali. Gabungan kata itu bisa kita maknai sebagai upaya bekerja keras, berikhtiar dan memperjuangkan semaksimal mungkin peningkatan kualitas ekonomi umat. Dalam bingkai Islam, perjuangan dan aktivitas ekonomi muslim haruslah berlandaskan nilai-nilai ekonomi Islam yang luhur. Dalam perjuangan itu, kaum muslimin hendaklah melakukan perencanaan dan mengatur strategi secanggih mungkin, dengan mengoptimalkan seluruh potensi sumberdaya, kekuatan teknologi dan potensi pasar umat yang sangat besar, untuk menjadi pemenang bukan pecundang.
Dari kaca mata syariah, jihad ekonomi termasuk pengejawantahan dari tugas “khalifatullah fil ard”. Karena hanya dengan pembangunan ekonomilah kita dapat memakmurkan bumi ini. Allah Swt berfirman, “.....Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya.....” (QS Hud: 61). Oleh karena itu aktivitas ekonomi yang meliputi produksi, distribusi, sirkulasi, perdagangan, pertanian, manufaktur dan jas merupakan “fard al-kifayah” yang harus diemban secara kolektif.
Bagaimana kita harus menggunakan jihad ekonomi ini untuk mengentaskan kemiskinan? Dalam urusan ini, aktivitas ekonomi merupakan titik awal di mana sumber-sumber zakat, infaq, shadaqah berasal. Jadi hanya dengan kekuatan ekonomilah, yang diwujudkan dengan :”jihad ekonomi”, kita dapat memerangi pemurtadan umat, kebodohan, penanggulangan bencana, membantu daerah konflik, menyantuni yatim piatu dan jompo.
Seringkali kemiskinan timbul karena keserakahan penguasa dan pengusaha, dan salah urus potensi sumberdaya alam. Seorang menjadi tidak berdaya secara ekonomi, karena sebagai pengusaha kecil lahan usahanya disaingi oleh pengusaha mal dan super market. Acapkali pengusaha kecil harus bersaing secara tidak fair dengan pengusaha besar, yang mampu menjual dengan banting harga untuk waktu lama. Tentu saja ketahanan modalnya tak mampu kalau harus bersaing dengan cara demikian. Belum lagi mahalnya perizinan dan berlikunya peraturan serta sulitnya kucuran dana untuk usaha kecil dari perbankan. Upaya membenahi sistem yang tidak adil pada si kecil, sistem yang korup, ekonomi biaya tinggi dan ketidakefisienan jelas merupakan jihad yang tidak ringan.
Islam adalah agama yang menekankan keharusan sukses di dunia dan akhirat, “fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah”. Untuk mewujudkan kedua keberhasilan itu dibutuhkan perjuangan keras serta kerjasama yang menyeluruh, alias jihad total.
Jadi, siapa tak mau mengucurkan “darah” untuk “jihad ekonomi” kalau demikian halnya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar