Industri Perbankan Islam Perlu Akselerasi
JAKARTA--Pemerintah harus juga memberikan opsi mainstream ekonomi Islam. Industri Perbankan Islam perlu akselerasi supaya bisa berkembang lebih baik. Direktur Lembaga Pendidikan Perbankan Bank Indonesia Arie Mooduto mengatakan jika tidak ada langkah percepatan, maka industri perbankan syariah secara kuantitatif belum signifikan dibanding industri perbankan secara nasional.
''Secara kualitatif, bank Islam di Indonesia terbukti handal dan tahan terhadap krisis ekonomi, moneter dan juga multidimensi,'' katanya kemarin. Hal ini karena sistem ekonomi tanpa riba ternyata tidak menimbulkan negative spread dan moral hazard. Arie menegaskan otoritas moneter harus mengakuinya. Namun secara kuantitatif, aset industri perbankan Islam di Indonesia baru satu persen dari perbankan konvensional.
Pemerintah baru, menurut Arie, harus tanggap terhadap hal ini. Memasuki awal 2005, dia mengatakan sudah seharusnya pemerintah memberi juga opsi mainstream ekonomi Islami di samping ekonomi konvensional. Dari tahun ke tahun, mainstream ekonomi konvensional yang melibatkan bunga (interest) dan spekulasi ke dalamnya selalu menimbulkan gejolak. Dia mengatakan harus ada kesengajaan dari pemerintah untuk memberi ruang bagi masuknya ekonomi Islam ke dalam perencanaan ekonomi nasional.
Akselerasi, kata Arie, bukan cuma tanggung jawab pemerintah. Pria yang pernah berkecimpung di Bank Muamalat Indonesia ini menegaskan ada empat elemen yang juga harus terlibat. Keempat elemen tersebut adalah internal bank Islam, bank sentral selaku pemegang otoritas moneter, nasabah atau masyarakat selaku target pasar dari bank Islam serta pemerintah dalam hal ini menyeluruh baik yudikatif, legislatif, dan tentu saja eksekutif. ''Untuk akselerasi tak hanya dibutuhkan willingness tapi courage,'' tambahnya. Keberanian untuk melakukan akselerasi itu harus menjadi sikap keempat elemen tadi.
Pihak internal bank Islam misalnya. Arie melihat perlu ada peningkatan kualitas sumber daya agar pelayanan mereka yang dilandasi akidah dan syariat Islam itu lebih profesional. Dari sisi modal misalnya. Dengan apa yang ada, menurut Arie, bank Islam akan sulit ekspansi. Karena perluasan jaringan dan ekspansi pembiayaan membutuhkan modal.
Dari sisi pemegang otoritas moneter, bank sentral juga harus memberi ruang proporsional pada bank Islam. Misalnya instrumen yang ada di Bank Indonesia, sarana serta hal-hal lain yang mendukung pengembangan bank Islam. Arie berpendapat alangkah baik bila ada satu deputi gubernur BI yang secara khusus dalam hal bank Islam. Sebagai pembanding menurut dia, untuk urusan kredit bank konvensional saja, BI perlu menempatkan dalam direktorat tersendiri. Sedangkan, untuk bank syariah, satu direktorat mengurusi semua hal.
Bank sentral juga harus berperan dalam sosialisasi bank Islam kepada masyarakat. Hasil riset yang dibuat BI bersama perguruan tinggi di beberapa daerah menunjukkan minimnya pengetahuan masyarakat tentang transaksi dengan bank Islam. Kendati, cukup besar yang mengatakan bunga bank identik dengan riba. ''bank sentral harusnya tidak hanya mengawai perbankan syariah tapi juga ikut menyosialisasikan agar pengertian masyarakat berkembang,'' kata Mooduto.
Dari sisi pemerintah, menurut dia, sudah saatnya pemerintah menjadikan salah satu bank BUMN menjadi bank umum syariah. ''Jangan hanya dengan unit usaha syariah karena menjadi tidak seimbang.'' Begitupun bagi anggota legislatif dan eksekutif untuk segera mewujudkan sebuah undang-undang tersendiri bagi perbankan syariah. ''Bank Islam dan bank syariah itu totally different,'' katanya. Karena perbedaan itulah di Malaysia, pemerintah membuatkan undang-undang terpisah dari peraturan tentang perbankan konvensional. ( tid )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar