Republika, Rabu, 15 September 2004
Fatwa dan Praktik Obligasi Ijarah Sudah Final
Laporan : tid
Fatwa dan Praktik Obligasi Ijarah Sudah Final
Laporan : tid
JAKARTA -- Dewan Syariah Nasional (DSN) sudah menemukan dasar hukum obligasi ijarah (sewa-menyewa). Dewan Syariah Nasional (DSN) yakin fatwa dan praktik penerbitan obligasi ijarah sudah benar. Fatwa tersebut sudah dikaji dengan meneliti dasar hukum yang berkaitan dengan obligasi ijarah (sewa-menyewa).
Ulama DSN menjumpai dasar hukum dari praktik obligasi ijarah sebagaimana diterapkan di Indonesia. ''Sudah benar semua. Tak ada penyimpangan,'' kata Ketua DSN KH Ma'ruf Amien, usai menutup pertemuan tahunan anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS)
serta DSN di Jakarta akhir pekan silam.
Pembahasan fatwa obligasi ijarah kembali dilakukan anggota DPS dan DSN sehubungan masih ada praktisi yang meragukan kesahihan praktik obligasi ijarah saat ini. Pertanyaan seputar obligasi ijarah meruyak setelah PT Matahari Putra Prima menerbitkannya beberapa bulan silam. Praktik tersebut dianggap menyimpang karena PT Matahari Putra Prima selaku pihak yang menerbitkan obligasi kemudian menyewa gedung itu untuk digunakan sendiri. Oleh segelintir kalangan praktik ini dianggap tidak benar karena seharusnya PT Matahari Putra Prima menyewakan gedung yang dibiayai dengan dana obligasi itu kepada pihak lain.
Model obligasi ijarah, atau obligasi dengan pendapatan tetap menjadi tren penerbitan obligasi syariah belakangan ini. Dengan obligasi seperti ini, perhitungannya dianggap lebih mudah. Setelah PT Matahari Putra Prima yang tercatat menerbitkan obligasi ijarah adalah Citra Sari Makmur. Sedangkan yang masih dalam rencana penerbitan obligasi syariah adalah Humpus Intermoda, Arpeni dan Indorent.
Pada kenyataannya, kata KH Ma'ruf Amien, praktik tersebut memiliki dasar hukum. Adalah Ibn Riff'ah, dalam kitab 'Ianatutthalibiin yang menyatakan boleh seorang wakil menggunakan benda tersebut sejauh bukan dalam konteks hibah. Alasannya, jika dalam konteks hibah membuka peluang wakil menghibahkan bangunan yang dititipkan kepada diri sendiri. ''Jadi jika sewa atau beli boleh.''
Dalam konteks obligasi, menurut KH Ma'ruf Amien, yang penting transaksi yang dilakukan terhadap bangunan tersebut sesuai dengan mekanisme pasar. Harga pun sesuai dengan mekanisme pasar dan tak ada diskon atau distorsi. KH Ma'ruf Amien yang hafal betul dengan model penggalian hukum fiqh mengatakan memang terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Namun dalam kasus obligasi ijarah pendapat Ibn Riff'ah dianggap paling unggul.
Dalam penggalian dasar hukum, kata KH Ma'ruf Amien, DSN akan mengambil pendapat yang kemaslahatannya paling baik. ''Kita sudah sangat membutuhkan praktik obligasi ijarah ini. Dan ada ulama yang membolehkan. Pendapat itu yang kita gunakan,'' paparnya. Dalam hal obligasi ijarah, tokoh asal Banten itu mengatakan pengawasan tetap dilakukan. Sebab, katanya, penerbitan obligasi membutuhkan underwriter dan diawasi Badan Pengawas Pasar Modal. ''Jika terjadi penyimpangan, pasti ditegur,'' ujarnya.
Sementara dari sisi tingkat bagi hasil, ada mekanisme pasar. Jika, wakil menyewa dengan harga di bawah pasar tentu investor tak akan tertarik. Setelah beberapa bulan meluncurkan obligasi ijarah, menurut KH Ma'ruf Amien, tak pernah ada komplain atau pengaduan atas kesalahan praktik. Malah banyak perusahaan yang mengajukan diri untuk menerbitkan obligasi syariah ijarah karena potensi pasar modal islami masih terbuka lebar.
Lebih jauh KH Ma'ruf Amien mengatakan penentuan akad obligasi syariah ijarah atau mudharabah (bagi hasil) ditetapkan oleh DSN berdasar usul dari perusahaan yang menerbitkan obligasi (emiten). Dengan melihat pada karakter bisnisnya, DSN akan juga mengusulkan akad yang paling cocok untuk obligasi syariah.
Jika aset yang dibiayai dari obligasi itu nantinya akan disewakan, maka akad yang digunakan pun ijarah. ''Kan hasilnya memang tetap.'' Jadi bagi hasilnya pun tetap. Sedangkan jika aset tersebut digunakan dengan metode lain, maka akadnya pun lain. Dalam hal pembelian kapal, misalnya. Akad digunakan mudharabah karena ada waktu di mana kapal tidak beroperasi sehingga tingkat bagi hasilnya pun fluktuatif. ''Inilah indahnya Islam. Semua terasa adil,'' ujarnya.
Karena itu, menurut KH Ma'ruf Amien, sudah seharusnya tak ada lagi keraguan pada fatwa yang dihasilkan DSN karena seluruhnya sudah melewati kajian mendalam antara ulama dan praktisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar