29 Juli 2011

Aturan Bagi Hasil Bank Syariah


Bagi Hasil Bank Syariah Masih Menarik
Pada periode Januari – Maret 2004, bank-bank syariah sempat kebanjiran dana karena bagi hasil dana pihak ketiganya mencapai 9% jauh diatas tingkat bunga bank konvensional yang saat itu berada pada kisaran 6%.  Aliran deras dana dari perbankan konvensional ke perbankan syariah seakan terhenti pada pada bulan-bulan berikutnya.  Salah satu sebabnya adalah mulai menurunnya bagi hasil bank syariah akibat pendapatan yang relatif sama harus dibagi hasilkan kepada lebih banyak dana pihak ketiga.  Kekawatiran mengalirnya kembali dana dari perbankan syariah ke perbankan konvensional secara signifikan, toh tidak terjadi.
Dibandingkan dengan bunga bank konvensional, bagi hasil unit usaha syariah masih lebih tinggi, kecuali BII yang membayar bunga deposito 3 bulannya 6% dibandingkan BII syariah yang membayar bagi hasil sebesar 5%.  Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, Danamon Syariah, dan IFI Syariah membayar bagi hasilnya sekitar 1% diatas bunga yang dibayarkan Bank Mandiri dan bank-bank konvensional yang menjadi induknya.  IFI Syariah bahkan membayar bagi hasil 2,6% diatas bunga Bank IFI.
Yang juga menarik dicermati adalah bagi hasil yang aktual dibayarkan perbankan syariah dengan perhitungan bagi hasil teoritis yang kami siapkan.  Berdasarkan laporan publikasi kuartal pertama tahun 2004 masing-masing bank, ternyata hampir semua bank syariah mempunyai nilai bagi hasil aktual yang lebih kecil dibandingkan nilai bagi hasil teoritisnya, kecuali Danamon Syariah dan IFI Syariah.  Bahkan untuk IFI Syariah bagi hasil aktualnya (9,7%) jauh diatas, mendekati tiga kali lipat dibandingkan nilai bagi hasil teoritisnya (3,4%).  Danamon Syariah yang mempunyai nilai bagi hasil teoritis 4,3% ternyata membayarkan bagi hasil aktual 6,3%.
Untuk bank-bank syariah lain, nilai bagi hasil teoritis lebih tinggi diatas nilai bagi hasil aktualnya dengan kisaran 0,1% (sepuluh basis point) yaitu Bank Muamalat dan Bank Syariah Mandiri sampai dengan 2,4% (dua ratus empat puluh basis point) yaitu BNI Syariah.
Perbedaan antara nilai bagi hasil teoritis dengan nilai bagi aktual dapat dimaknai dua hal.  Pertama, perbedaan ini terjadi akibat penggunaan asumsi dalam perhitungan bagi hasil teoritis yang tidak sepenuhnya tepat.  Asumsi saldo akhir tiga bulanan tentu, padahal aktualnya menggunakan saldo rata-rata harian.  Asumsi Giro Wajib Minimum ditanggung sepenuhnya oleh Bank dengan menetapkan bobot sama dengan satu, tidak sepenuhnya tepat karena masing-masing bank mempunyai kebijakannya sendiri.
Kedua, perbedaan ini dapat dijadikan indikasi adanya perbedaan kemampuan fundamental keuangan bank syariah dengan kemampuan teknikal bulan tertentu.  Kemampuan fundamental menunjukkan kemampuan jangka panjang, sedangkan kemampuan teknikal menunjukkan dinamika bulanan.  Nilai bagi hasil teoritis yang jauh lebih kecil dari nilai aktualnya dapat berarti positif yaitu meningkatnya bisnis dan profitabilitasnya, namun juga dapat berarti negatif yaitu bank membayar melebihi kemampuannya yang tentunya tidak dapat dilakukan terus menerus. Bank syariah dapat mengambil net marjin yang tipis untuk memberikan bagi hasil aktual yang menarik dengan konsekuensi tipisnya laba bank.
Nilai bagi hasil teoritis yang jauh lebih besar dari nilai aktualnya dapat berarti positif yaitu kenaikan signifikan dana pihak ketiga pada bulan berjalan, namun dapat juga berarti negatif yaitu antara lain memburuknya kualitas pembiayaan.
Untuk dapat mengetahui lebih jauh kemampuan fundamental bank syariah, perlu dilihat efisiensi operasinya yang tercermin dari nilai BOPO (80% kebawah biasanya diangap efisien), kemampuan menghasilkan laba untuk setiap rupiah asset (ROA 1,5% keatas biasanya dianggap sehat), dan kemampuan menghasilkan laba untuk setiap rupiah dana pihak ketiga (marjin Bagi Hasil). 
Bank syariah mana yang akan Anda pilih, sepenuhnya terserah Anda.  Yang jelas bagi hasil bank syariah masih lebih menarik dibandingkan bunga bank konvensional.
 
Disclaimer:  Tulisan ini adalah suatu bahan informasi saja dan bukan merupakan suatu penawaran untuk menjual atau ajakan membeli instrumen investasi
Oleh : Adiwarman A. Karim (Karim Business Consulting)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar